Pada setiap tanggal 4 April kita memperingati Hari Persandian Indonesia, sebuah kesempatan untuk merayakan peran penting lembaga persandian dalam menjaga keamanan negara. Saya sebagai sewaktu masih sebagai siswa Akademi Sandi Negara (Aksara) atau yang sekarang dikenal sebagai Politeknik Siber dan Sandi Negara (Poltek SSN) diajarkan bagaimana beratnya perjuangan Mayjen TNI dr. Roebiono Kertopati merintis sampai akhirnya terbentuk Badan Persandian Negara pada tanggal 4 April 1946.
Beratnya perjuangan beliau karena sebelum beliau menerima penugasan dari Menteri Pertahanan Republik Indonesia saat itu yaitu Mr. Amir Sjariffudin untuk mendirikan serta memimpin sebuah badan pemberitaan rahasia bagi kepentingan pemerintahan padahal profesi beliau sebelumnya adalah seorang dokter yang berdinas di Kementerian Pertahanan Bagian-B (IntelUen) dan beliau merupakan seorang yang awam dengan dunia persandian.
Tugas berat beliau lainnya adalah membentuk serta membangun Dinas Code bersamaan dengan tugas membangun sistem kode sandi. Awal pembentukan Dinas Code dilakukan oleh beliau dibantu oleh Lettu Santoso yang ditunjuk oleh beliau sebagai kepala pendidikan persandian pada bulan Desember 1946. Dinas Code pada waktu itu juga dikenal sebagai Badan Persandian Negara, sebuah badan yang berlokasi di Yogyakarta dan memiliki kedudukan langsung dibawah Kementerian Pertahanan Bagian-V dengan tugas pokoknya adalah untuk mengelola persandian. Selain mengembangkan sistem kode sandi, Dinas Code juga memiliki tugas untuk memecahkan pesan-pesan bersandi milik musuh serta melaksanakan tugas Dinas Kurir untuk memeriksa berita dari dalam serta luar negeri. Mungkin kita dulu juga belum benar-benar bisa merdeka jika tidak ada persandian serta dinas code karena semua rencana operasi perang akan mudah sekali disadap oleh pihak musuh. Dari Dinas Code itulah akhirnya terus berkembang sehingga menjadi sebuah organisasi besar yaitu Badan Siber dan Sandi Negara setelah beberapa kali bertransformasi.
Ruang siber telah menjadi arena yang dinamis dan tidak terduga, dengan berbagai ancaman yang terus berkembang. Dari serangan siber yang bertujuan merusak infrastruktur kritis hingga pencurian data dan penyebaran disinformasi, tantangan yang dihadapi dalam ruang siber semakin kompleks dan meresahkan. Ruang siber adalah domain virtual yang mencakup jaringan komputer, sistem informasi, perangkat lunak, dan data yang terhubung secara global. Dalam ruang siber ini, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi, baik oleh individu, organisasi, maupun negara seperti Serangan siber, Pencurian Identitas, Penyebaran Disinformasi & Hoaks, Kejahatan Siber dan Kriminalitas Online, Perang Informasi dan Kebijakan, Kerentanan Infrastruktur Kritis serta Perlindungan Privasi dan Data.
Ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan kompleksitas dan keunikan tersendiri. Ancaman siber berkembang dengan cepat dan sering kali bersifat tak terlihat, mencakup serangan siber, pencurian data, propaganda online, dan bahkan perangkat lunak jahat yang bertujuan untuk merusak infrastruktur kritis. Dalam menghadapi tantangan ini, persandian Indonesia dihadapkan pada tugas yang tidak mudah.
Sudah banyak deretan lembaga pemerintahan serta swasta yang menjadi korban pencurian data, diantaranya adalah 74 GB data Bank Indonesia, 17 juta data pelanggan PLN, 17 ribu data akun Ditjen Pajak, 679 ribu surat untuk Presiden Jokowi, 26 juta data Polri, 3,2 milyar data peduli lindungi, 2,3 juta data DPT 2014, 6 juta data pasien rumah sakit, 1,3 juta data eHAC, 38 MB
data pengaduan KPAI, 26 juta data anggota Polri, 1.3 Trilyun data registrasi simcard, 36 Juta data Kendaraan Bermotor, 272 Juta data BPJS kesehatan, 19 juta data BPJS Ketenagakerjaan, 2 Juta data photo dari BPJS, 34 Juta data Passport, 6,9 Juta data Visa, 186 Juta data KPU, 1 Triliun data Kemendesa, 337 Juta data Disdukcapil, 6,8 Juta data DPT provinsi DKI, 1.64 TB data dicuri dari situs Kemhan, 204,8 juta data DPT KPU, dan yang paling akhir adalah pencurian 380 rb data pelanggan Biznet & 154 ribu pelanggan Biznet Gio yang disinyalir dilakukan oleh orang dalam perusahaan sendiri.
Mengingat banyaknya kebocoran data tersebut, persandian memainkan peran yang sangat vital sebagai benteng terakhir dalam menjaga keamanan siber karena tidak sistem yang betul-betul kuat sehingga persandian berupa enkripsi akan memastikan bahwa data yang dikirimkan dan disimpan di lingkungan digital dilindungi dari akses yang tidak sah sehingga jika terjadi pencurian data pelaku tidak akan bisa membaca isi informasi didalamnya. Dengan menggunakan teknik persandian yang tepat, pesan atau data yang ditransmisikan melalui jaringan dapat diacak sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak yang tidak berwenang sehingga dapat mencegah penyadapan dan memastikan kerahasiaan komunikasi dan persandian menjadi instrumen penting dalam menjaga kerahasiaan operasi, perencanaan strategis, dan pertukaran informasi rahasia pada militer dan intelijen yang tentunya akan membantu menjaga keunggulan strategis dan keamanan nasional suatu negara.
Selain enkripsi, salah satu bentuk persandian yang juga perlu dimanfaatkan adalah digital signature yang dapat disematkan pada dokumen digital yang akan menjamin otentitas dari dokumen digital, karena dokumen digital yang sudah disematkan digital signature akan dapat diketahui dengan mudah jika dilakukan perubahan pada dokumen setelah dokumen disematkan digital signature, sehingga tidak akan dapat disangkal apakah dokumen digital tersebut masih otentik atau sudah dirubah. Pada zaman yang serba digital ini kebutuhan digital signature akan sangat besar baik pada sektor pemerintahan maupun sektor swasta. Di Indonesia sendiri saat ini sudah terdapat cukup banyak penyelenggara sertifikat elektronik dan digital signature.
Namun, dalam era digital yang semakin kompleks ini, ruang siber menjadi medan perang yang tak terlihat namun sangat berpengaruh. Di balik layar, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Indonesia menjalankan peran krusial dalam menjaga keamanan dan kedaulatan dalam ranah siber.
Sebagai lembaga strategis yang bertanggung jawab atas keamanan siber nasional, kepemimpinan serta personil yang memiliki kompetensi tinggi sangatlah krusial karena tantangan dalam ruang siber semakin kompleks dan beragam sehingga BSSN memerlukan pemimpin serta personil yang memahami secara mendalam berbagai aspek keamanan siber termasuk ancaman yang berkembang, teknologi terbaru, dan regulasi terkait. Pemimpin yang berkompeten akan dapat memimpin tim dengan efisien serta mampu merespons dengan cepat dan tepat dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan merespons ancaman siber yang muncul dalam menghadapi ancaman siber yang terus berubah.
BSSN juga bertanggung jawab atas pengembangan kebijakan dan regulasi terkait keamanan siber sehingga pemimpin serta personil yang berkompeten diharapkan akan dapat merancang kebijakan yang efektif dan adaptif sesuai dengan perkembangan teknologi dan ancaman yang ada. Pemimpin serta personil yang berkompeten dapat membangun kemitraan yang efisien dan saling menguntungkan karena keberhasilan BSSN dalam menjaga keamanan siber nasional juga bergantung pada kemampuannya untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pemerintah, sektor swasta, dan lembaga internasional.
Pemimpin serta personil yang berkompeten akan dapat memimpin program pelatihan, penelitian, dan pengembangan teknologi yang diperlukan untuk memperkuat pertahanan siber karena BSSN harus terus mengembangkan kapasitas teknis dan manusianya dalam bidang keamanan siber.