Perang Donghak: Pergolakan Sosial dan Campur Tangan Asing
Tokoh sentral dalam Perang Donghak Peasant adalah Choe Je-u. Ia adalah pendiri Gerakan Donghak yang menjadi pusat pemberontakan petani dan pengikut gerakan ini selama konflik. Choe Je-u lahir pada tahun 1824 dan memulai gerakan Donghak pada tahun 1860 sebagai respons terhadap kondisi sosial dan politik yang memburuk di Korea pada waktu itu. Choe Je-u menggabungkan unsur-unsur Buddhisme dan Konfusianisme dalam ajarannya yang menekankan kesetaraan, anti-korupsi, dan keadilan sosial. Ia mengajarkan bahwa Tuhan adalah "Ha-nim" atau "Sangjenim" (Yang Maha Tinggi), dan ajarannya menarik banyak pengikut, terutama di kalangan petani yang merasa tertindas.
Perang Donghak Peasant (1894-1895) merupakan salah satu episode signifikan dalam sejarah Dinasti Joseon di Korea, mencerminkan ketegangan sosial dan politik pada akhir abad ke-19. Perang ini dipicu oleh gerakan Donghak, yang merupakan gerakan agama dan sosial yang muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang korup dan ketidaksetiaan terhadap nilai-nilai tradisional Konfusianisme. Kelompok Donghak, juga dikenal sebagai Gaebyeokdan atau Tentara Reformasi, menentang pemerintah yang semakin melemah dan mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang merugikan petani. Pada 1894, konflik mencapai puncaknya ketika pemberontak Donghak menghadapi pasukan pemerintah di sepanjang wilayah Korea. Perang ini melibatkan pertempuran sengit di berbagai front, dengan pemerintah yang didukung oleh pasukan asing seperti Tiongkok dan Jepang. Meskipun gerakan Donghak awalnya mencapai beberapa kemenangan, akhirnya mereka dikalahkan oleh koalisi pemerintah dan pasukan asing. Konsekuensinya sangat berat, dengan kematian massal dan penghancuran desa-desa. Setelah perang ini, Dinasti Joseon semakin melemah, dan pengaruh asing di Korea semakin meningkat. Perang Donghak Peasant memiliki dampak yang mendalam pada sejarah Korea, memperlihatkan tekanan sosial dan politik yang muncul akibat modernisasi yang cepat dan campur tangan asing dalam urusan internal negara.
Tokoh sentral dalam Perang Donghak Peasant adalah Choe Je-u. Ia adalah pendiri Gerakan Donghak yang menjadi pusat pemberontakan petani dan pengikut gerakan ini selama konflik. Choe Je-u lahir pada tahun 1824 dan memulai gerakan Donghak pada tahun 1860 sebagai respons terhadap kondisi sosial dan politik yang memburuk di Korea pada waktu itu.
Choe Je-u menggabungkan unsur-unsur Buddhisme dan Konfusianisme dalam ajarannya yang menekankan kesetaraan, anti-korupsi, dan keadilan sosial. Ia mengajarkan bahwa Tuhan adalah "Ha-nim" atau "Sangjenim" (Yang Maha Tinggi), dan ajarannya menarik banyak pengikut, terutama di kalangan petani yang merasa tertindas.
Selama Perang Donghak Peasant, Choe Je-u memainkan peran penting dalam memimpin pemberontakan dan membentuk Gaebyeokdan (Tentara Reformasi) untuk melawan pemerintah Dinasti Joseon yang dianggapnya korup. Meskipun perlawanan ini akhirnya dihancurkan, peran Choe Je-u sebagai tokoh sentral dalam menginspirasi dan memimpin gerakan ini memengaruhi dinamika perang dan memberikan momentum pada perlawanan petani terhadap kebijakan pemerintah dan ketidakpuasan sosial.
Perang Donghak Peasant dipicu oleh sejumlah faktor kompleks yang mencerminkan ketidakpuasan sosial dan politik di Korea pada akhir abad ke-19. Beberapa faktor utama penyebab perang ini melibatkan masalah sosial, ekonomi, dan politik yang melibatkan berbagai kelompok di masyarakat Korea. Berikut adalah faktor-faktor penyebab perang Donghak:
1. Ketidakpuasan Sosial dan Ekonomi
Penduduk pedesaan Korea, terutama petani, mengalami penderitaan ekonomi dan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang memberatkan mereka dengan pajak yang tinggi. Beban ekonomi yang berat ini menciptakan ketegangan sosial dan memicu aspirasi untuk perubahan.
2. Korupsi dan Kesenjangan Sosial
Korupsi di dalam pemerintahan Dinasti Joseon dan kesenjangan sosial yang meningkat antara elit penguasa dan petani menjadi pemicu kemarahan di kalangan masyarakat. Para petani dan kelompok masyarakat yang kurang mampu merasa ditinggalkan dan tidak diwakili dalam kebijakan pemerintah.
3. Pengaruh Asing
Kekhawatiran terhadap pengaruh asing di Korea, terutama dari Jepang dan Tiongkok, juga menjadi faktor penting. Para pemberontak Donghak menentang campur tangan asing dan melihatnya sebagai ancaman terhadap kedaulatan Korea.
4. Reformasi dan Modernisasi
Pemerintah Dinasti Joseon berusaha melakukan reformasi dan modernisasi untuk menanggapi tantangan dari negara-negara Barat dan Jepang. Namun, upaya ini tidak selalu diakui atau diterima dengan baik oleh seluruh masyarakat, khususnya kelompok tradisionalis yang merasa terancam.
5. Gerakan Donghak
Gerakan Donghak, yang muncul sebagai gerakan agama dan sosial yang menggabungkan unsur-unsur Buddhisme dan Konfusianisme, menjadi katalisator utama perang. Gerakan ini memimpin pemberontakan petani yang menuntut reformasi sosial dan politik.
6. Ketidaksetiaan Terhadap Nilai-nilai Konfusianisme
Nilai-nilai tradisional Konfusianisme, yang telah lama menjadi landasan masyarakat Korea, menghadapi tantangan dari gerakan Donghak yang menawarkan pandangan alternatif tentang kehidupan dan moralitas.
7. Kekerasan Terhadap Pengikut Donghak
Represi keras terhadap para pengikut Donghak oleh pemerintah memperburuk situasi dan memicu respons berupa pemberontakan bersenjata.
Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan atmosfer yang penuh tekanan dan ketidakstabilan di Korea, menyebabkan pecahnya perang Donghak Peasant sebagai bentuk protes dan perlawanan terhadap kondisi sosial dan politik yang ada pada saat itu.
Perang Donghak Peasant memiliki kronologi yang kompleks, melibatkan serangkaian peristiwa dan pertempuran di berbagai wilayah Korea. Berikut adalah kronologi perang tersebut:
1. Gerakan Donghak Awal (1892-1893)
Gerakan Donghak, yang juga dikenal sebagai Gerakan Gaebyeokdan atau Tentara Reformasi, mulai muncul pada awal 1890-an sebagai gerakan agama dan sosial di Korea. Gerakan ini dipelopori oleh Choe Je-u yang menggabungkan elemen Buddhisme dan Konfusianisme dalam ajarannya.
2. Pemerintahan Dinasti Joseon dan Represi
Pemerintahan Dinasti Joseon merasa terancam oleh pengaruh gerakan Donghak dan merespons dengan keras. Terjadi penganiayaan dan penangkapan terhadap para pengikut Donghak.
3. Pemberontakan di Gobu (Juni 1894)
Pada bulan Juni 1894, pemberontakan pecah di Gobu (sekarang Gobu, Provinsi Jeolla Utara) oleh para petani yang didukung oleh Gaebyeokdan. Pemberontakan ini adalah awal dari perang Donghak.
4. Pertempuran-pertempuran Awal (Juni-Juli 1894)
Pemberontakan cepat meluas ke daerah-daerah lain, dan pertempuran-pertempuran terjadi di berbagai wilayah. Pemerintah Dinasti Joseon berusaha untuk menekan pemberontakan ini.
5. Intervensi Asing
Melihat kekacauan di Korea sebagai peluang, Jepang dan Tiongkok mengintervensi. Jepang mendukung pemerintah Dinasti Joseon, sedangkan Tiongkok mengirim pasukannya untuk menumpas pemberontakan.
6. Pertempuran Haengju (Agustus 1894)
Pertempuran Haengju terjadi pada bulan Agustus 1894 dan merupakan salah satu pertempuran utama antara pasukan Dinasti Joseon yang didukung oleh Jepang melawan pasukan Donghak.
7. Intervensi Jepang dan Perjanjian Shimonoseki (April 1895)
Jepang memanfaatkan kekacauan untuk meningkatkan pengaruhnya di Korea. Perjanjian Shimonoseki (April 1895) antara Tiongkok dan Jepang, yang mengakhiri Perang Tiongkok-Jepang Pertama, menetapkan bahwa kedua negara dapat mengirim pasukan ke Korea.
8. Pertempuran-pertempuran Berlanjut (Mei-Juli 1895)
Pertempuran terus berlanjut, dan pemerintah Dinasti Joseon, dengan dukungan Jepang, berhasil meredam pemberontakan Donghak.
9. Kejatuhan Gaebyeokdan dan Akhir Perang (Agustus 1895)
Pada Agustus 1895, pasukan pemerintah Joseon dan pasukan Jepang berhasil menghancurkan markas besar Gaebyeokdan. Perlawanan Donghak akhirnya meredup, menandai akhir Perang Donghak Peasant.
10. Dampak dan Konsekuensi
Meskipun perang berakhir, dampaknya sangat berat. Desa-desa hancur, banyak korban jiwa, dan Dinasti Joseon semakin melemah. Intervensi asing di Korea semakin meningkat, menandai awal dari perubahan besar dalam dinamika politik dan pengaruh asing di Korea.
Perang Donghak Peasant mencerminkan gejolak sosial dan politik pada akhir Dinasti Joseon, serta campur tangan kuat dari negara-negara asing, khususnya Jepang dan Tiongkok, yang membentuk arah sejarah Korea pada masa itu.
(sumber: chatgpt)
What's Your Reaction?